Tamu-tamu jamuan makan malam sebuah reuni, duduk melingkari meja, berdiskusi tentang kehidupan. Satu orang, seorang CEO, memutuskan untuk menjelaskan masalah pendidikan. Ia berkilah, “Apa yang akan dipelajari oleh seorang anak dari seseorang yang memutuskan pilihan terbaiknya adalah menjadi guru?”
Ia mengingatkan tamu yang lain tentang guyonan tentang guru, katanya, “Dia yang bisa, kerja. Dia yang tidak bisa, ngajar”
Untuk menekankan apa yang ia bicarakan, ia bertanya kepada seorang tamu lain, “Anda kan guru, Roni. Jujurlah. Apa yang sudah anda buat?
Roni, yang punya reputasi jujur dan blak-blakan menjawab, “Anda ingin tahu apa yang saya telah buat?” (Roni berhenti sesaat, lalu memulai…)
“Hmm, saya buat siswa saya mau bekerja lebih keras lebih dari yang pernah mereka pikir mereka bisa lakukan.
Saya buat nilai C+ dapat diterima siswa dengan perasaan seperti habis memenangkan Medali Kehormatan Negara.
Saya buat anak-anak duduk selama 40 menit di dalam kelas sedang orangtua mereka kesulitan membuat mereka duduk barang 5 menit tanpa I Pod, Playstation, atau film DVD.
Anda ingin tahu apa yang saya buat?” (Roni berhenti lagi, kemudian menatap setiap orang di meja itu).
Saya buat anak bertanya. Saya buat pertanyaan untuk mereka.
Saya buat mereka meminta maaf dan dengan sungguh-sungguh.
Saya buat mereka mempunyai rasa hormat dan tanggung jawab atas tindakan mereka.
Saya ajarkan mereka bagaimana cara menulis, kemudian membuat mereka menulis. Mengetik dengan keyboard bukan segalanya.
Saya membuat mereka membaca, membaca, dan membaca.
Saya membuat mereka menunjukkan cara mereka mengerjakan matematik.
Mereka menggunakan otak yang diberikan Tuhannya, bukan kalkulator buatan manusia.
Saya buat siswa saya yang berasal dari negara lain belajar segala sesuatu yang mereka perlu ketahui tentang negeri ini sekaligus memelihara identitas budayanya yang unik.
Saya buat kelas saya menjadi tempat dimana siswa saya merasa aman.
Saya buat siswa saya berdiri tegak, meletakkan tangan mereka di atas jantungnya, untuk menyatakan sumpah setia kepada nusa dan bangsa di bawah Tuhan Yang Maha Esa, karena kita tinggal di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Akhirnya, saya buat mereka mengerti bahwa jika mereka menggunakan talenta yang dianugerahkan kepada mereka olehNya, bekerja keras, dan mengikuti kata hatinya, mereka akan sukses dalam hidup.
(Roni berhenti untuk terakhir kalinya dan kemudian melanjutkannya)
"Kemudian, jika ada orang yang mencoba untuk menilai saya lewat apa yang telah saya buat, dimana dalam pengertian saya uang bukan segalanya, saya dapat menegakkan kepala saya dan tidak peduli karena mereka tidak peduli…anda ingin tahu apa yang saya buat?
Saya membuat sebuah perbedaan.
Apa yang telah anda buat tuan CEO?”
Mulutnya ternganga dan kemudian ia diam…
Selasa, 16 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar