skip to main |
skip to sidebar
Sekolah Binatang
Dahulu kala ada sebuah sekolah untuk binatang-binatang. Para guru yakin sekolah telah mempunyai kurikulum yang komprehensif, tetapi entah kenapa para binatang selalu gagal. 
Bebek menjadi bintang pelajaran renang, tetapi gagal total dalam pelajaran memanjat pohon.
Monyet-monyet luar biasa dalam memanjat pohon, tetapi selalu mendapat nilai F dalam pelajaran renang.
Para Ayam selalu melampaui target kala mencari biji-bijian, tetapi seringkali mengganggu di kelas memanjat pohon, sehingga mereka dikirim ke ruang kepala sekolah setiap harinya.
Kelinci-kelinci sangat sensasional dalam berlari, tetapi harus punya tutor pribadi untuk berenang.

Hal menyedihkan dari semuanya adalah si kura-kura, yang setelah melalui serangkaian diagnosa dan tes, dinyatakan “lemah dalam perkembangan”. Ya, mereka dikirim ke kelas khusus di sebuah lubang jauh di tepian sekolah.
Dhiraaaaa.....
Aku seorang ayah dari anak perempuan berumur 11 tahun yang manis & cerdas bernama Dhira. Suatu pagi Dhira berkata padaku, ”Ayah, aku akan habiskan bubur ini, asalkan ayah mau mengabulkan permintaanku & berjanji untuk mempercayaiku...” Aku cukup heran mendengar permintaannya itu. Biasanya Dhira memang tidak pernah mau menghabiskan bubur buatan bundanya. Dhira malah pernah berkata bahwa memakan bubur itu adalah siksaan fisik terberat baginya. Bubur itu memang tampak tidak menarik, tetapi racikan resep keluarga turun-temurun itu kami yakini sangatlah berguna untuk pertumbuhan & kesehatan anak-anak. Istriku, bundanya Dhira, selalu saja jengkel setiap kali berurusan dengan hal ini, Dhira tidak pernah mau memakan bubur itu, paling banyak ia hanya makan 5 suap & kemudian kabur! ”Oke, asalkan kau habiskan bubur itu & tidak membuat bundamu jengkel hari ini. Tapi jangan minta sesuatu yang mahal-mahal, ya. Dua minggu lalu kamu kan baru saja berulang tahun & kamu baru saja dapat hadiah-hadiah,” jawabku. ”Baik ayah! Tidak...tidak mahal koq! Yang penting ayah tepati janji ayah ini” saut Dhira sambil tersenyum padaku. Dhira mulai mengangkat mangkuk buburnya & mulai makan. Tampak sekali raut wajah keterpaksaan & penderitaan. Sedikit demi sedikit Dhira memakan bubur itu. Berulang kali ia harus berhenti untuk menahan agar tidak memuntahkannya kembali. Dalam benakku sempat kubertanya-tanya apa yang membuat Dhira rela tersiksa & memaksa diri sekuat tenaga untuk menghabiskan bubur itu. Beberapa saat kemudian Dhira selesai. Aku kagum karena mangkuknya benar-benar bersih. Tak ada bekas! Istriku dan nenek Dhira turut bertepuk tangan karena hal itu. Ternyata mereka turut menonton Dhira tanpa kusadari. Setelah minum ia menghampiriku & berkata, ”Nah, ayah janji akan kabulkan permintaanku kan?” ”Oh, pasti sayangku, katakanlah,”jawabku. Dhira membisikkan sesuatu ke telingaku... Aku terhenyak, ”Mana bisa Dhira...permintaanmu itu konyol! Ayah tak mungkin kabulkan itu!” ”Tapi, ayah sudah janji!”teriak Dhira sambil mulai menangis. Istriku & nenek Dhira menghampiri, mereka bertanya tentang apa yang terjadi. ”Mana mungkin ayah dapat kabulkan permintaan itu sayang? Mencukur gundul kepalamu adalah permintaan yang tidak masuk akal!” sautku kemudian. Istri & nenek Dhira terbelalak, mereka mulai marah pada Dhira, mereka bertanya apa alasan Dhira. Tapi Dhira hanya menangis & berteriak-teriak menjawab berulang-ulang, ”Ayah sudah janji! Ayah sudah janji!” Dalam keributan itu aku tersadar, ”Ya, aku sudah berjanji pada Dhira, permintaannya memang aneh, tetapi tidak mahal, dan di atas semua itu aku berjanji untuk mempercayai Dhira... Ya, janji adalah janji. Jika aku ingin Dhira menjadi seorang yang teguh memegang janji, maka aku harus tepati janjiku!” Akhirnya, tanpa sadar, kata-kataku berikutnya menghentikan keributan itu... ”Baik! Ayah akan kabulkan. Ayah percaya padamu, Dhira!” Dhira berhenti menangis, ia menoleh, tersenyum & langsung berlari memeluk-ku, ”Terima kasih ayah!”
Dalam sisa hari itu, Dhira benar-benar bahagia. Ia terus mengumbar senyum & berdendang. Istriku begitu jengkel padaku, apalagi sepulang dari cukur rambut. Wajah nenek Dhira tampak kecewa dengan terus mengelus-elus dada, istriku pun kembali marah padaku. Dhira tetap bahagia dan terus menjawab, “Ayah percaya padaku, bunda. Tenang saja,“ setiap kali bundanya bertanya apa alasannya mencukur gundul kepalanya. Esok harinya, kuantar Dhira ke sekolah seperti biasa, sepanjang jalan ia tersenyum & bernyanyi-nyanyi. Ingin aku bertanya pada Dhira apa alasannya tapi aku tak kuasa. Sampai di sekolah kulihat Dhira melambai-lambaikan tangan pada seorang anak lelaki yang juga baru turun dari mobilnya. ”Boby!” teriak Dhira. Setelah mobil berhenti, Dhira mencium tanganku & berkata, ”Terima kasih Ayah” tak pernah kulihat pancaran mata sebahagia itu. Dhira berlari-lari kecil menghampiri bocah yang bernama Boby tadi. Sesaat kemudian baru kusadari bahwa kepala Boby juga gundul licin! Aku terkesima & keluar dari mobil, aku pun tak sadar kalau ada seorang ibu yang tiba-tiba telah berada di sampingku dan menyalamiku. ”Bapak ayahnya Dhira kan?” tanyanya sambil menyalamiku. Aku hanya mengangguk dengan penuh tanda tanya. ”Terima kasih pak, bapak pasti bangga pada Dhira...” ucap ibu itu. ”Oh...eh iya” jawabku terbata-bata. ”Boby itu anak saya, pak” kata ibu itu ”Ia menderita kanker & kini rambutnya rontok habis karena kemoterapi yang dijalaninya sejak sebulan lalu” jelasnya. ”Jumat lalu Boby menolak untuk sekolah, karena banyak teman yang mengejek kepala gundulnya itu. Kemudian Dhira menelpon kami hari Sabtunya. Ia berusaha mengajak Boby masuk sekolah, Dhira sampai berjanji akan menggunduli rambutnya yang panjang itu agar Boby mau masuk sekolah & tidak takut diejek oleh teman-temannya lagi. Dan hari ini, Dhira menepati janjinya. Sekali lagi terima kasih, pak” cerita ibu itu. Aku terpaku, hingga tak sadar air mataku menetes... Dalam benak aku bergumam,”Dhira, ayah bangga padamu”
Hanya seorang guru
Hari ini aku menjadi seorang perawat yang membalut luka dengan perban putih kepedulian
Seorang dokter yang menyembuhkan dunia kecil yang sakit
Seorang ahli operasi yang menjahit erat tali persahabatan
Hari ini aku menjadi seorang ahli kimia yang mencari emas dalam lapisan logam-logam
Seorang ilmuwan yang menjawab pertanyaan ‘kenapa’ yang tiada akhir
Seorang filsuf memikirkan kebenaran yang meragukan
Hari ini aku menjadi seorang penghibur, menyegarkan pikiran anak-anak dengan tawa
Seorang pemancing yang mengkaitkan ‘pembelajaran’ sebagai umpannya
Seorang pilot yang memandu anak-anak menjauh dari ketidakpedulian
Hari ini aku menjadi jendral lapangan yang berkampanye melawan ketidak toleran-an
Seorang pengacara yang berbicara lantang tentang persaudaraan
Seorang juri yang menimbang benar dan salah
Hari ini aku menjadi seorang baik hati yang berbagi kebesaran masa lalu
Seorang ibu yang memberi kasih secara utuh
Seorang pengikut kebenaran yang rendah hati
Pekerjaanku sangatlah bervariasi
Bagaimana mereka akan mengenaliku?
Aku hanya seorang guru
Tamu-tamu jamuan makan malam sebuah reuni, duduk melingkari meja, berdiskusi tentang kehidupan. Satu orang, seorang CEO, memutuskan untuk menjelaskan masalah pendidikan. Ia berkilah, “Apa yang akan dipelajari oleh seorang anak dari seseorang yang memutuskan pilihan terbaiknya adalah menjadi guru?”
Ia mengingatkan tamu yang lain tentang guyonan tentang guru, katanya, “Dia yang bisa, kerja. Dia yang tidak bisa, ngajar”
Untuk menekankan apa yang ia bicarakan, ia bertanya kepada seorang tamu lain, “Anda kan guru, Roni. Jujurlah. Apa yang sudah anda buat?
Roni, yang punya reputasi jujur dan blak-blakan menjawab, “Anda ingin tahu apa yang saya telah buat?” (Roni berhenti sesaat, lalu memulai…)
“Hmm, saya buat siswa saya mau bekerja lebih keras lebih dari yang pernah mereka pikir mereka bisa lakukan.
Saya buat nilai C+ dapat diterima siswa dengan perasaan seperti habis memenangkan Medali Kehormatan Negara.
Saya buat anak-anak duduk selama 40 menit di dalam kelas sedang orangtua mereka kesulitan membuat mereka duduk barang 5 menit tanpa I Pod, Playstation, atau film DVD.
Anda ingin tahu apa yang saya buat?” (Roni berhenti lagi, kemudian menatap setiap orang di meja itu).
Saya buat anak bertanya. Saya buat pertanyaan untuk mereka.
Saya buat mereka meminta maaf dan dengan sungguh-sungguh.
Saya buat mereka mempunyai rasa hormat dan tanggung jawab atas tindakan mereka.
Saya ajarkan mereka bagaimana cara menulis, kemudian membuat mereka menulis. Mengetik dengan keyboard bukan segalanya.
Saya membuat mereka membaca, membaca, dan membaca.
Saya membuat mereka menunjukkan cara mereka mengerjakan matematik.
Mereka menggunakan otak yang diberikan Tuhannya, bukan kalkulator buatan manusia.
Saya buat siswa saya yang berasal dari negara lain belajar segala sesuatu yang mereka perlu ketahui tentang negeri ini sekaligus memelihara identitas budayanya yang unik.
Saya buat kelas saya menjadi tempat dimana siswa saya merasa aman.
Saya buat siswa saya berdiri tegak, meletakkan tangan mereka di atas jantungnya, untuk menyatakan sumpah setia kepada nusa dan bangsa di bawah Tuhan Yang Maha Esa, karena kita tinggal di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Akhirnya, saya buat mereka mengerti bahwa jika mereka menggunakan talenta yang dianugerahkan kepada mereka olehNya, bekerja keras, dan mengikuti kata hatinya, mereka akan sukses dalam hidup.
(Roni berhenti untuk terakhir kalinya dan kemudian melanjutkannya)
"Kemudian, jika ada orang yang mencoba untuk menilai saya lewat apa yang telah saya buat, dimana dalam pengertian saya uang bukan segalanya, saya dapat menegakkan kepala saya dan tidak peduli karena mereka tidak peduli…anda ingin tahu apa yang saya buat?
Saya membuat sebuah perbedaan.
Apa yang telah anda buat tuan CEO?”
Mulutnya ternganga dan kemudian ia diam…